KABUPATEN BEKASI – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Faizal Hafan Farid menyarankan ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah daerah menghadapi musim El-Nina yang terjadi saat ini. Ada dua skenario yang ditawarkan politisi PKS itu untuk menghadapi musim kemarau yang menyebabkan kekeringan disejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi.
Faizal menjelaskan, skenario pertama yaitu menghadapi kekeringan yang terjadi pada warga, khususnya di wilayah selatan Kabupaten Bekasi. Wilayah hulu ini mengalami kekeringan air karena sumber air yang menjadi kebutuhan pokok warga mengalami kekeringan.
“Nah, kalau untuk kekeringan yang terjadi di masyarakat adalah memberikan suplai kebutuhan air kepada masyarakat. Pendistribusian air yang dilakukan Pemkab Bekasi ke sejumlah wilayah kekeringan ini sudah tepat, tinggal volume suplai airnya terus diperbanyak lagi agar terjangkau ke semua masyarakat,” jelas Faizal Hafan Farid yang dihubungi pada Jumat (25/08/2023).
Selain itu juga, Pemkab Bekasi dapat memaksimalkan kembali keberadaan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Program ini telah menjadi salah satu program andalan nasional (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis masyarakat.
Katanya, ada 120 titik Pamsimas yang telah dibangun Pemkab Bekasi. Namun, keberadaannya saat ini belum dimaksimalkan dan harus direvitalisasi kembali agar dapat digunakan dengan maksimal.
Faizal yakin, keberadaan Pamsimas ini dapat meningkatkan pasokan air ke seluruh lapisan masyarakat. Apalagi program ini juga menjadi bagian dari MDGs, dimana ketersediaan air yang layak bagi masyarakat menjadi tolak ukur modernisasi wilayah baik kota/kabupaten di Indonesia.
Skenario kedua yaitu menghadapi kekeringan yang terjadi pada lahan pesawahan. Menurut Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat ini, Pemkab Bekasi dapat menyediakan mesin pompa air dan menyalurkannya ke pesawahan yang mengalami kekeringan. Kekeringan pesawahan ini, terjadi di beberapa wilayah utara Kabupaten Bekasi, seperti Kecamatan Cikarang Utara, Karangbahagia, Cabangbungin, Sukakarya, Sukawangi dan lainnya.
Pemkab Bekasi juga dapat memanfaatkan pasokan air Kalimalang untuk mengairi lahan pesawahan. Cara ini dapat didukung dengan memperbaiki saluran-saluran air pesawahan. Misalnya saja, saluran air di wilayah Cipayung, Cikarang Timur dimana air Kalimalang menyuplai kebutuhan air ke lahan pertanian sekitar.
Nantinya, saluran air ini dapat diteruskan ke lahan pesawahan yang mengarah pada wilayah utara Kabupaten Bekasi.
Membuat Bendungan
Faizal Hafan Farid menyarankan agar Pemkab Bekasi membuat bendungan di wilayah Utara Kabupaten Bekasi. Bendungan tersebut untuk mengelola air dari Kali CBL agar air tidak langsung terbuang ke laut.
Dewan yang kembali maju di Pileg DPRD Jabar itu mengemukakan jika kondisi air Kali Cikarang mulai berkurang. Hal itu disebabkan pasokan air utamanya dari Kali CBL tidak bisa mensuplai ke saluran yang mengarah ke Kali Cikarang.
“Nah kenapa sumber air CBL tidak masuk ke kali Cikarang? Kemungkinan karena saluran airnya mengalami sedimentasi atau lainnya, sehingga dibutuhkan revitalisasi agar air CBL masuk ke kali Cikarang,” jelas Faizal.
Air kali CBL menjadi pasokan utama untuk mengaliri lahan pertanian di sejumlah kecamatan seperti Kecamatan Karangbahagia, Sukawangi, Cabangbungin, Muaragembong dan sekitarnya.
Sarannya, sudah saatnya Pemkab Bekasi merencanakan pembuatan bendungan untuk mengelola air kali CBL. “Saya yakin ini menjadi salah satu solusi menghadapi musim kering seperti yang terjadi saat ini,” katanya.
Faizal juga membeberkan ada beberapa criteria sungai yang dikelola pemerintah daerah, provinsi dan pusat. Jika cakupan air sungai mengaliri air dibawah 1000 hektar maka akan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Di atas 1000 hektar menjadi kewenangan pemerintah provinsi Jawa Barat dan di atas 1000-3000 hektar menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun, untuk mengetahui mana saja sungai yang menjadi kewenangan daerah, provinsi dan pusat diperlukan pemetaan yang lebih mendalam.
“Nah itu rumitnya mengelola sungai, tak semudah membalikan telapak tangan,” tandasnya. (**)
Komentar