In peace, sons bury their fathers. In war, fathers bury their sons (Dalam damai, anak laki-laki menguburkan ayah mereka. Dalam perang, para ayah menguburkan anak-anak mereka) – Herodotus
Miris, sedih, prihatin dan marah atas kebiadaban Israel di Palestina. Israel benar2 sadis dan sudah sangat keterlaluan. Kejahatan perang mereka sudah tak bisa ditolerir. Pembunuhan massal dengan melakukan pengemboman di area2 terlarang dalam peperangan seperti rumah sakit dan perumahan warga sipil dilakukan secara beruntun tanpa ampun. Puluhan ribu warga sipil, orang tua, wanita dan anak2 tak berdosa, tewas mengenaskan.
Israel menggempur habis hampir semua lokasi tanpa tebang pilih di wilayah Gaza. Sepertinya kaum Yahudi ini benar2 sudah tak memiliki rasa kemanusiaan lagi. Nafsu “genocide” untuk menghabisi generasi palestina sudah menjadi bagian dari setiap tarikan nafas penguasa Israel. Dunia tak bisa berbuat apa2.
Lembaga PBB hanya bisa membuat resolusi melalui Majelis Umum yang mayoritas mengutuk tindakan Israel. Forum pengambilan keputusan yang berbuah tindakan seperti Dewan Keamanan (DK) PBB terlihat mandul. Setiap keputusan untuk mengecam dan meminta Israel menghentikan serangan brutal ke Gaza diveto Amerika Serikat.
Negara2 Arab sepertinya terpecah dalam menyikapi kebrutalan Israel. Kepentingan geopolitik dan bisnis minyak internasional negara2 arab dengan sejumlah pembeli di negara2 Eropa dan sekutunya menjadi bagian dalam tarik-menarik pengambilan keputusan. Israel begity percaya diri menggempur Gaza dengan dukungan penuh Amerika serikat.
Perang Israel-Palestine telah berlangsung 4 minggu sejak 07 Oktober 2023. Artinya, pertempuran yang tak seimbang ini sudah berjalan hampir 1 bulan dan memakan korban warga sipil lebih dari 11 ribu orang.
Belum terlihat rencana aksi gencatan senjata kedua belah pihak. Walaupun AS sudah meminta Israel untuk melakukan gencatan senjata, Netanyahu tetap bersikukuh untuk menghancurkan wilayah Gaza.
Walhasil, peperangan ini bukan lagi pertempuran antar pasukan tentara yang diatur jelas sesuai hukum humaniter internasional, namun sudah secara terang-terangan mengabaikan hukum perang internasional tersebut dengan membabi-buta membombardir gedung2 perumahan warga sipil bahkan rumah sakit.
Lalu, siapa atau lembaga apa yang bisa menghentikan kekejian brutal yang membabi-buta tanpa merasa bersalah membunuh warga2 tak berdosa ini? Haruskah kita membiarkan Israel begitu bebas, sewenang-wenang dan tanpa rasa kemanusiaan melakukan “pembersihan” warga palestine di wilayah Gaza tanpa tindakan apa2? Apa tindakan layak dan pantas untuk kebiadaban dan kebengisan Israel terhadap warga sipil Palestina?
DUNIA MAKIN TAK BERMORAL
Perang adalah kondisi tertinggi dari konflik antar manusia yang melibatkan penggunaan senjata. Perang merupakan kejadian yang tidak diinginkan umat manusia, karena menimbulkan kesengsaraan dan kerugian yang tak ternilai harganya. Dalam setiap perang, selalu terjadi perbuatan kejam dan bertentangan dengan perikemanusiaan. Maka dari itu, dunia internasional sepakat menbuat Hukum humaniter internasional atau International Humanitarian Law (HHI).
Menurut pakar hukum internasional Prof Mochtar Kusumaatmadja, HHI dibagi atas 2 (dua):
1. “Jus ad bellum, yaitu hukum tentang oerang yang mengatur bagaimana suatu negara dibenarkan untuk menggunakan kekerasan senjata.
2. “Jus in bello”, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, baik berupa ketentuan hukum yang mengatur cara perang dilakukan (conduct of war), maupun ketentuan hukum yang mengatur perlindungan orang yang menjadi korban sipil atau militer (Konvensi Jenewa 1949/Geneva Convention 1949).
Artinya, HHI tidak saja mengatur hukum perang, tetapi juga mengatur perlindungan terhadap korban perang, baik dari militer maupun sipil. Selain itu, HHI hanya berlaku pada saat terjadinya perang atau konflik bersenjata dan tidak berlaku pada masa damai. HHI juga tak berlaku pada situasi kerusuhan, huru-hara dan ketegangan sosial.
Aturan perang dalam HHI memiliki 8 (delapan) prinsip yang wajib dipatuhi oleh masyarakat dunia internasional:
1. KEMANUSIAAN. Artinya warga sipil harus dijauhkan sebisa mungkin dari arena petempuran.
2. KEPENTINGAN. Artinya, sasaran harus objek militer.
3. PROPORSIONAL. Artinya, setiap serangan harus terukur dan seminimal mungkin mengurangi korban dan kerusakan berlebihan.
4. PEMBEDAAN. Artinya, dalam pertempuran harus dibedakan kombatan dengan warga sipil.
5. PEMBATASAN. Artinya, membatasi dan mengontrol penggunaan senjata yang tak sepatutnya.
6. PEMISAHAN “Jus Ad Bellum” dengan “Jus in Bello”.
7. MEMATUHI KETENTUAN MINIMAL HHI
8. TANGGUNGJAWAB. Artinya, Pemerintah dan warga negara wajib menghormati pelaksanaan dan penegakkan HHI.
Pelaggaran HHI dapat dituntut dalam persidangan Mahkamah Pidana Internasional atau dikenal dengan istilah International Criminal Court (ICC) yang berkedudukan di Den Haag Belanda.
Sebagai penutup, tekanan2 oleh dunia internasional terhadap kebrutalan dan kebiadaban Israel membunuh puluhan ribu warga sipil dan anak2 tak berdosa tersebut melalui unjuk rasa besar2an, rapat2 pemimpin dunia, tekanan2 diplomatik serta boikot dagang, diharapkan mampu meredakan situasi perang Israel-Palestine menuju gencatan senjata (ceasefire).
Kita tak bisa berharap banyak kepada AS dan Sekutu serta Badan PBB yang mandul terhadap tindakan barbar Israel tersebut. Hati nurani mereka telah tumpul dan dipenuhi debu & kabut hewani yang penuh nafsu pembunuhan tanpa kontrol akal sehat kemanusiaan.
Sungguh, kebiadaban, kebrutalan dan kesadisan Zionist Israel membunuh tanpa peri kemanusiaan warga2 sipil di Palestina, akan menjadi sejarah hitam dunia di era supra modern ini.
Manusia di sejumlah belahan dunia makin tak memiliki nurani moralitas yang menjadi titik terdalam selubung kemanusiaan.
Pembunuhan demi pembunuhan yang dijiwai nuansa kebencian, sudah menjadi budaya dalam setiap penyelesaian sengketa ataupun perselisihan.
Kekuatan fisik dan senjata menjadi andalan penyelesaian setiap masalah. Kebuasan jiwa yang penuh amarah, berusaha menghabisi pihak lawan tanpa rasa kemanusiaan. Idiom damai dan perdamaian dunia makin menjauh dari relung2 jiwa para pemimpin bangsa.
Mungkinkah kehancuran dunia ini bisa jadi diamuk oleh penghuninya sendiri? Kiamat itu bisa jadi bukan dari tangan Tuhan, namun terjadi karena laknat Tuhan atas kendali manusia yang tak lagi menggunakan hati nurani dan peri kemanusiaan terdalam sebagaimana dianugerahkan oleh Ilahi kepada umat manusia. Semoga kita selalu tawakkal, menggunakan akal sehat serta hati nurani kemanusiaan dalam penyelesaian setiap masalah keduniaan yang fana ini.
Bekasi, 11 November 2023
Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial, Demokrasi dan Kebangsaan)
Komentar