CIKARANG UTARA – Di tengah sinar matahari Senin pagi, deru alat berat dan suara komando petugas memecah kesunyian di bantaran Sungai Sekunder Sukatani (SS Sukatani). Di wilayah yang selama bertahun-tahun dipenuhi bangunan liar, kini satu per satu struktur tanpa izin itu mulai diratakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi.
Langkah ini bukan sekadar pembongkaran bangunan. Ia adalah bagian dari upaya panjang menata ulang kawasan bantaran sungai yang selama ini telah disalahgunakan. Penertiban ini menyasar tiga aliran sungai utama—Kali Cilemah Abang, Kali Kaliulu Atas, dan Kali Pintu Air Puri Nirwana Residences (PNR)—yang melintasi tiga desa di Kecamatan Cikarang Utara: Karangasih, Karangraharja, dan Waluya.
“Ini bukan pekerjaan sehari dua hari. Semua melalui proses panjang, mulai dari pendataan, sosialisasi, peringatan, hingga surat pemberitahuan resmi,” ujar Surya Wijaya, Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, saat ditemui di lokasi penertiban pada Senin (20/10/2025).
Prosedural dan Terencana
Penertiban ini bukan tanpa dasar hukum. Berdasarkan Surat Perintah Bupati Bekasi Nomor 800.1.11.1/8726/Satpol.PP/2025, Satpol PP bersama unsur muspida, muspika, hingga pemerintah desa turun langsung ke lapangan.
Sebelum alat berat mulai bekerja, berbagai tahapan administratif telah dilalui. Mulai dari Surat Himbauan pada 29 September 2025, hingga tiga Surat Peringatan yang dikirimkan secara bertahap pada 7, 13, dan 14 Oktober. Surat Pemberitahuan Pembongkaran pun telah diterbitkan pada 16 Oktober, hanya empat hari sebelum pelaksanaan.
“Warga diberi waktu dan ruang untuk merespons. Tidak ada tindakan sepihak,” tegas Surya.
Dari hasil pendataan, terdapat sekitar 515 bangunan liar yang berdiri tanpa izin di atas lahan negara. Bangunan-bangunan ini diduga mengganggu fungsi saluran air dan membahayakan lingkungan sekitar, khususnya saat musim hujan tiba.
Sinergi 400 Personel
Penertiban ini melibatkan sekitar 400 personel gabungan, terdiri dari Satpol PP, Polri, TNI, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perhubungan, Perum Jasa Tirta (PJT), serta perangkat kecamatan dan desa.
“Semua unsur bergerak bersama untuk memastikan kegiatan berlangsung lancar dan aman,” ujar Surya. Ia menambahkan bahwa pendekatan humanis tetap diutamakan selama proses pembongkaran.
Di tengah kegiatan, tampak pula petugas dari Dinas Sosial dan BPBD bersiaga, mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk warga yang membutuhkan pendampingan atau bantuan.
Langkah Lanjut: Normalisasi dan Pelebaran Jalan
Namun pembongkaran ini bukanlah akhir cerita. Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menyiapkan tahap lanjutan berupa normalisasi sungai dan pelebaran jalan. Dua agenda ini merupakan usulan dari pemerintah desa dan kecamatan setempat.
“Ini demi kepentingan masyarakat juga. Jalan lebih lebar, aliran sungai lebih lancar, risiko banjir bisa diminimalkan,” terang Surya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak kembali mendirikan bangunan di bantaran sungai atau saluran irigasi. “Lahan di sekitar sungai bukan untuk tempat tinggal atau usaha. Itu kawasan lindung yang memiliki fungsi penting,” imbuhnya.
Refleksi: Hidup Berdampingan dengan Alam
Penertiban ini menjadi pengingat bahwa ruang kota, khususnya wilayah aliran sungai, harus dijaga dan dikelola dengan baik. Ketika fungsi alaminya terganggu oleh kepentingan pribadi, dampaknya bisa meluas: dari banjir musiman hingga rusaknya ekosistem.
Dengan pembongkaran ini, Pemkab Bekasi berharap kawasan bantaran sungai bisa kembali pada fungsinya: sebagai jalur air, ruang terbuka hijau, dan potensi pembangunan berkelanjutan.
Surya menutup dengan pesan lugas namun mendalam: “Pemerintah tidak melarang warga berusaha atau memiliki rumah. Tapi mari kita patuhi aturan dan saling menjaga ruang hidup bersama.”




















Komentar