KOTA DEPOK – Lembaga Studi Visi Nusantara Maju (LS-Vinus) menggelar diskusi sekaligus nonton bareng laga Timnas Indonesia vs Jepang bersama media, di Kantor LS Vinus Kota Depok, Selasa (10/6/2025).
Dalam diskusi tersebut mengangkat tema “Mengawal Revisi UU Pemilu: Dana Parpol dan Efisiensi Penyelenggara Pemilu” dengan menghadirkan beberapa pembicara diantaranya Founder Vinus Indonesia Yusfitriadi, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw.
Founder Lembaga Studi Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi menyampaikan digelarnya diskusi ini merupakan bentuk keprihatinan atas respon kondisi politik dalam negeri.
Dia menilai, bahwa hari ini kondisi politik di Indonesia terutama dalam penyelenggaraan Pemilu tengah dihadapkan dengan penuh ketidakpastian dan kecemasan.
“Dihadapkan pada politik penuh kecemasan dan politik yang dikendalikan. Padahal seharusnya politik kedaulatan diri. Misalkan pada perekrutan para penyelenggara Pemilu, mau model apa pun rekrutmennya saat ini siapa yang merekrut, eksekutif atau siapa saja. Kalau eksekutifnya juga dikuasai oligarki, sama saja. Apa lagi legislatif atau masyarakat sipil yang menentukan betapa ruwetnya, “ ujar Yusfitriadi
Menurutnya, jika mentalitas politisi belum teruji secara optimal dan para penyelenggara pemilu belum bisa menjaga kredibilitas dan independensi. Maka akan menghasilkan kondisi politik yang terjadi saat ini.
“Maka, saya usulkan, ketika kemudian model seperti itu masih saja menghasilkan Pemilu yang jauh dari kualitas. Sudah saja, partai politik yang menjadi peserta pemilunya jadi satu sama lain bisa saling kontrol,” ucapnya
Yusfitriadi mengungkapkan sebagaimana diketahui dalam mekanisme pengangkatan para penyelenggara pemilu diawali melalui Surat Keputusan (SK) Presiden dengan pembentukan tim, kemudian selanjutnya menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dengan DPR.
“Untuk KPU, Bawaslu dan sebagainya, seperti Pemilu kemarin tim itu semuanya dibentuk 11 orang yang terdiri dari berbagai unsur. Mulai dari akademisi, pegiat demokrasi, pegiat pemilu dan lainnya semuanya ada di situ, “ ungkapnya
Sambungnya, dirinya menilai bahwa dengan kondisi politik yang ada saat ini. Selanjutnya tim tersebut dimungkinkan akan dihadapkan kepada para pelaku oligarki sehingga terbatas profesionalitasnya.
“Jadi, mereka tim yang hadir di situ cuma bak wayang saja tinggal kata kekuasaan oligarki. Bahkan ketika fit and proper test sudah terkoneksi antara eksekutif dengan legislatif. Ketika kekuasaan bilang A, yang jadi akan A oleh legislatif sehingga yang lolos merupakan kehendak politik, “ terangnya
Oleh karenanya, mentalitas politisi itu juga sangat penting dibenahi guna mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang fair, murni dan independen.
Selain itu, menurut Yusfitriadi ada empat poin penting lainnya yang harus menjadi perhatian dalam revisi UU Pemilu. Pertama, terkait pra penyelenggaraan Pemilu yang masih menggunakan undang-undang lama, karena dianggap tidak relevan jika digunakan pada masa pemilu mendatang.
“Hanya merubah klausul tanggal saja sementara variabel lainnya tidak direvisi. Maka kemudian ketika keserentakan itu terjadi mau tidak mau akan banyak konsekuensi logis yang tidak sesuai dengan undang-undang, “ paparnya
Yusfitriadi menuturkan saat penyelenggaraan pemilu pada tahun yang sama namun waktu persiapan bagi penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dari satu tahun menjadi dua tahun. Maka para penyelenggara pemilu dimungkinkan akan tidak efektif pada masa kerjanya.
“Ketika pemilunya di tahun yang sama, dan persiapannya itu dari satu tahun menjadi dua tahun. Berarti penyelenggara pemilu tidak bekerja dong dari sisa masa kerjanya, aturan itu harus dirubah lagi, direvisi lagi undang-undangnya, “ tuturnya
Sambungnya, kemudian kedua adalah undang-undang yang mengatur terkait anggaran penyelenggaraan pemilu. Di mana untuk pos-pos anggaran pemilu juga masih dibebankan kepada masing-masing daerah.
“Pemerintah Kabupaten atau Kota menganggarkan, Provinsi juga menganggarkan. Dan itu harus dikeluarkan pada tahun yang sama, sehingga dampaknya adalah hampir beberapa Kabupaten dan Kota sudah kehabisan anggaran maka itu harus diatur lagi, “ ungkap Yusfitriadi
Kemudian terkait masa tahapan pemilu serentak, dirinya menganggap hal itu dapat mengakibatkan kesuntukan peserta maupun penyelenggara pemilu. Kerena akan terjadi tumpang tindih aturan tahapan-tahapan pemilu dalam waktu bersamaan.
Dirinya menambahkan, selain itu pihaknya juga menyoroti tentang sistem demokrasi yang dibangun internal partai politik. Karena yang menjadi faktor utama dalam penyelenggaraan pemilu adalah praktek politik itu sendiri.
“Maka, kalau ingin pemilu bersih, berkualitas, beradab dan demokrasi maka partainya dahulu yang harus benahi. Jangan sampai kemudian justru partai sendiri yang mempraktikan money politik bagi-bagi duit ke pemilih, mengintimidasi penyelenggara pemilu atau cawe-cawe partai ke komisioner KPU dan sebagainya, “ tandasnya
Pihaknya mendesak revisi undang-undang pemilu segera dilaksanakan Pemerintah. Dirinya menilai karena saat ini sudah terjadi obesitas penyelenggara pemilu yang akhirnya berdampak pada banyaknya regulasi.
“Bayangkan saat ini penyelenggara pemilu sudah ada tiga lembaga. Dan tiga-tiganya terkadang berkesinambungan, KPU miliki aturan, Bawaslu miliki aturan dan DKPP juga miliki aturan. Akhirnya kemudian, kehabisan energi untuk berdebat antar mereka terkait aturan itu, “ pungkasnya
Menurutnya, semakin banyaknya lembaga penyelenggara pemilu seharusnya dapat semakin baik pula pemilunya namun justru yang terjadi adalah tidak adanya perbaikan dalam penyelenggaraan.
“Maka kami pikir aturan ini juga perlu direvisi, apakah perlu pembubaran dua lembaga pemilu Bawaslu dan DKPP, atau ada semacam restrukturisasi. Misalnya kepengawasan pemilu dikembalikan ke rakyat, ada pemantau pemilu yang sah menurut hukum atau lainnya, “ tutupnya
Sementara itu, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menambahkan pihaknya lebih menyetujui bahwa revisi undang-undang pemilu harus terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama terkait pihak penyelenggara, kemudian pelaksanaan pemilu itu sendiri seperti Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dan terakhir yaitu terkait undang-undang yang mengatur partai politik.
“Jadi jangan selalu urusan partai dikaitkan dengan urusan soal pemilu, tidak seperti itu. Banyak hal yang diatur terkait dengan partai politik karena pemilu hanya salah satu aktivitas dari partai politik, “ ujar Ray Rangkuti
Menurut Ray Rangkuti, pada dasarnya dalam proses revisi undang-undang pemilu yang harus menjadi perhatian yakni hal subtansi prinsipil dan teknis. Diantaranya yaitu mengenai sistem pemilihan dalam penyelenggaraan pemilu.
Dirinya menyatakan bahwa sistem pemilihan pemilu sejauh ini sudah berjalan baik dengan proporsional terbuka atau pemilihan secara langsung.
“Kemudian soal anggaran penambahan partai politik itu juga harusnya ditangguhkan dahulu. Dan perlunya evaluasi penyelenggara pemilu dalam hal ini, KPU dan Bawaslu. Apakah kita akan tetap mempertahankan Bawaslu atau tidak, sementara penyelenggaraan pemilu serentak membuat jadwal pengawasan sangat terbatas, “ katanya
Tambahnya, selain itu dia juga menyoroti persoalan pembentukan tim penyelenggara pemilu yang dinilai terkesan semakin tidak independen. Menurutnya, sistem seleksi bagi penyelenggara saat ini sudah berjalan baik kendati harus melalui beberapa tahapan proses.
“Tetapi kenyataannya mereka penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) hari ini sudah seperti petugas Komisi II DPR. Misalnya dalam mekanisme seleksi penyelenggara, biar cukup panselnya saja nanti yang menentukan siapa saja yang di KPU dan Bawaslu. Kemudian ditandatangani oleh Presiden, jadi Presiden dan partai politik juga tak memilih, “ imbuhnya
Pihaknya berharap undang-undang pemilu segera dibahas Pemerintah dan disampaikan kepada masyarakat. Sehingga publik mengetahui dan dapat memberikan masukan guna terlaksananya pemilu yang berintegritas, jujur dan adil.
“DPR tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk bahas undang-undang. Agar publik juga bisa memberikan masukan jangan sampai seperti undang-undang yang lain, tiba-tiba disahkan sementara publik tidak diberikan ruang memberi masukan. Dan untuk partai politik orientasinya jangan sekadar dominasi kekuasaan, tapi lebih kepada urusan kerakyatan, “ tutupnya (ris)























