oleh

Nugraha Hamdan, “Tangan Tuhan” Membuatnya Melenggang ke Dunia Politik

-BIOGRAFI-858 BACA

iNDEXBEKASI – Sudah lima tahun Nugraha Hamdan memegang komando sebagai Ketua DPC Gerindra Kabupaten Bekasi. Tepatnya 2017, Nunu-begitu sapaan akrabnya-didapuk menjadi ketua partai yang memperoleh 11 kursi dewan di Pileg 2019-2024. Awalnya, Nunu hanya diminta temannya ikut contes mengisi kekosongan kursi ketua DPC Gerindra Kabupaten Bekasi oleh pengurus Gerindra Jawa Barat. Takdir berkata lain, akhirnya dia menjadi ketua partai pemilik kursi legislative terbanyak itu.

Nunu menjadi satu-satunya orang yang ikut kontes itu dari luar partai dan meyakini dirinya didaulat sebagai ketua DPC Gerindra karena adanya peran dari tangan Tuhan. “Usaha manusia itu 1 persen, 99 persennya takdir Tuhan,” katanya.

Sebelum menjadi pentolan DPC Gerindra Kabupaten Bekasi, suami dari Verawati bekerja disalah satu perusahaan di kawasan Sudriman Jakarta. “Ya waktu itu saya kerja, sama seperti orang di kantoran,” ujarnya sambil tertawa.

Pria berusia 43 tahun ini juga sempat mendapat pertentangan dari istrinya saat terjun ke partai politik dan meminta dirinya kembali pekerjaannya di Jakarta. Sebab, perkerjaan Nunu di Jakarta juga menjanjikan untuk perekonomian keluarganya. Meski begitu, dia tak kendor untuk tetap terjun ke dunia politik.

“Kalau memperkaya diri, saya dan keluarga sudah cukup kerja di Jakarta, tetapi hidupkan tidak seperti itu. Saya sukses ditempat orang tetapi tidak memberikan manfaat bagi daerah kelahiran saya, ya buat apa?” katanya.

Nunu pun mengakui menjadi politisi bukanlah cita-citanya. Dari kecil, Pria kelahiran 3 Januari 1978 ini ingin menjadi tentara mengikuti jejak ayahnya, seorang tentara yang telah meninggal sejak Nunu berusia delapan tahun.

Hidup dari kecil tanpa ayah membentuk kepribadian Nunu yang tangguh. Dari kecil, saat dia duduk di sekolah dasar, tempat tinggalnya nomaden alias berpindah-pindah. Awal sekolah dasarnya di wilayah Cikarang, tetapi lulus sekolahnya di SDN 1 Rantau Panjang, Jambi. Saat itu, Nunu ikut bersama kaka dari ibunya yang tinggal di Jambi.

Namun, Nunu memutuskan kembali dan melanjutkan ke SMP 1 di Cikarang. Setelah lulus, SMA 1 Cikarang juga dilanjutkan di Cikarang. Saat itu, kota Cikarang belum mengalami pemekaran seperti saat ini dimana Cikarang terbagi menjadi empat kecamatan, pusat, timur, utara, selatan dan barat.

Lulus dari SMA 1 Cikarang, Nunu ingin melanjutkan pendidikanya ke perguruan tinggi, tetapi sayang terkendala biaya. “Karena saya tau diri, dari kecil sudah ditinggal ayah, jadi tidak kuliah seperti teman lainnya,” katanya.

Meski begitu tak menghalangi tekad Nunu untuk terus menuntut ilmu. Saat bekerja disalah satu toko buku di daerah Kalibata, Jakarta, Nunu selalu menyempatkan diri untuk membaca buku yang ada di toko tempatnya bekerja.

Kadang, sesekali dia meminjam buku dari pengelola toko dan membawanya pulang untuk dibaca. “Membaca dan mengebet halaman per halaman pun saya sangat hati-hati, ngeri rusak saat itu karena bukunya pinjam,” kenangnya.

Buku agama menjadi salah satu buku favoritnya. Ada pengalaman yang tak pernah dilupakan saat membaca buku Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali sebanyak delapan jilid. Buku yang dipinjam dari pamannya itu dibacanya sampai habis. Saat membaca buku itu, Nunu diingatkan pamannya agar hati-hati membacanya.

“Kalau kamu membaca buku itu (Ihya Ulumuddin) kamu akan menghindari dunia,” ucap Nunu menirukan pamannya itu. Nunu mengaku ada perubahan pada dirinya setelah membaca buku dari tokoh yang diberi gelar Hujjatul Islam itu. Dia sempat ingin menjadi seorang sufi dan berkelana kemana-mana tanpa tujuan.

“Saya pernah mengalami perjalanan spiritual tanpa harus berkata-kata, bisa berkomunikasi dengan orang gila, jadi sulit dipahami sama akal,” kata Nunu sambil tertawa.

Tak hanya itu, kecintaan Nunu terhadap ilmu agama juga sempat dibuktikannya dengan belajar mengaji dengan almarhum Saduddin yang pernah menjabat sebagai Bupati Bekasi. selain mengaji, bersama almarhum Saduddin membuatnya paham dengan dunia politik.

Almarhum Saduddin dikenal salah satu tokoh politik di Kabupaten Bekasi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Juga pernah menjabat sebagai Bupati Bekasi periode 2007-2012.

Tahun 2010, Nunu bersama para sahabatnya Ridwan Arifin, yang saat ini menjadi Sekretaris DPC Gerindra Kabupaten Bekasi mendirikan el-Kail, yaitu lembaga yang peduli dengan persoalan lingkungan hidup. Selain itu juga, ada nama Ambarawa, Amru Mustofa dan lainnya.

el-Kail dirikan atas dasar persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari berdirinya kawasan industry. Bekasi juga menjadi wilayah urban dengan penduduk yang cukup padat. Dengan kondisi seperti itu, persoalan lingkungan seperti pencemaran limbah dan sampah menjadi salah satu persoalan utama di Kabupaten Bekasi.

“Saat itu, belum ada yang peduli terhadap persoalan lingkungan ini, sampah kalau tidak dikelola, berserakan dimana-mana akan menimbulkan penyakit dan biaya kesehatan itu mahal,” jelasnya.

Dengan posisinya saat ini sebagai Ketua Parpol terbesar di Kabupaten Bekasi, Nunu terus menyuarakan persoalan pencemaran lingkungan. Bahkan dia juga selalu “rewel” berpesan kepada para anggota dewan dari Gerindra agar lebih peduli terhadap persoalan lingkungan.

Menurutnya, menjaga lingkungan tetap bersih juga bagian dari ibadah yang cakupannya tak hanya kepada manusia. Tetapi juga, pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta yang menjadikan manusia sebagai khalifah untuk menjaga bumi dari kerusakan.

“Sebaik-baiknya manusia itu kan adalah yang bermanfaat buat orang lain, saya sampai saat ini belum bisa berbuat apa-apa buat Kabupaten Bekasi, masih banyak PR dan masih belum bisa bantu banyak orang,” tandasnya. (IB)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed